Kamis, 27 Agustus 2009

Terperangkap Lobang, Penjual Koran itu Buta

Oleh,
Drs SAFWAN KHAYAT MHum
Pagi itu pukul 6.00 WIB udara masih terasa dingin. Di tengah malam yang sepi kota Medan di guyur hujan sangat deras diiringi angin kencang dan hingar bingarnya suara halilintar. Hujan turun berkisar 2 jam, tapi seluruh jalanan di beberapa ruas jalan sudah digenangi air, nyaris 1 jengkal di bawah lutut. Walau udara terasa dingin, sinaran surya perlahan mulai menyembulkan hawa hangat. Alam kembali berseri setelah melewati nikmatnya siraman hujan anugrah Ilahi.
Pagi itu, aktifitas penduduk kota Medan mulai bangkit dari tidur lelap yang panjang tadi malam. Sisa-sisa guyuran hujan seperti genangan air masih terlihat di beberapa badan jalan dan lorong gang. Warna sungai berubah warna keruh kecoklatan. Tumpukan sampah menjadi biasa ditemui tatkala hujan membasahi kota Medan .
Bang Hamzah seorang lover koran sudah keliling ke sana ke mari menjajaki dagangan koran pagi itu. Profesi ini sudah ia geluti selama 13 tahun. Langganannya terus bertambah, ada yang di antar ke kantor, ke rumah, ke toko dan ke warung. Tak jarang pula, di tengah jalan beliau juga sering mendapatkan pembeli langsung sehingga laris-lah dagangan korannya.
Jika Koran habis terjual, bang Hamzah punya kios kecil yang berisikan dagangan rokok, minuman cepat saji dan sedikit jajanan anak-anak. Walau hasilnya pas-pasan, cukuplah untuk biaya hidup dan sekolah anaknya.
Tepat pukul 07.15 WIB, biasanya dagangan korannya sudah habis. Ia harus kembali ke rumah lalu mengantarkan anak semata wayangnya ke sekolah. Anaknya duduk di kelas 3 SD Swasta yang letaknya agak jauh dari rumahnya.
Andika nama anak bang Hamzah. Gadis beliau yang manis berusia 8 tahun 5 bulan. Andai bang Hamzah mengantar Andika dan menjemput ke sekolah, isterinya Halimah membuka kios kecil mereka. Jika bang Hamzah balik ke rumah, maka beliau yang menjaga kios kecil itu, sedangkan Halimah mengurusi rumah tangga. Begitulah setiap hari aktifitas bang Hamzah.
Mungkin doanya dan keluarga, pagi itu bang Hamzah mendapat pesanan koran di luar kebiasaan. 350 eksemplar biasanya habis terjual, tapi kali ini ia mendapat pesanan 800 eks. Tentu saja, sejumlah itu tak bisa ia bawa satu kali jalan. Ia habisi dulu 350 eks, lalu ia balik menjemput sejumlah sisa koran ke tempat pengambilan yang berbeda-beda lokasinya.
Karena banyaknya pesanan, ia sedikit terlambat pulang ke rumah untuk mengantar Andika ke sekolah. Tapi isteri dan anaknya sudah tahu kalau ia sedikit terlambat dari waktu biasanya. Sebab tadi malam. Bang Hamzah sudah mengkhabarkan bahwa besok banyak pesanan koran yang harus diantarkan ke beberapa lokasi.
Koran tinggal 10 eks lagi. Kebetulan saja, sejumlah itu hanya di antar pada satu kantor yang memesan 10 eks. Bang Hamzah melihat jam tangannya masih pukul 7.00 WIB. Hatinya berkata, ah masih ada waktu ..!! Dalam tempo 10 menit ia sudah tiba di kantor yang di tuju. Ia langsung menemui bagian keuangan untuk mengambil uang koran sekaligus menyerahkan 10 eks koran pesanan.
Ketika uang diserahkan, kepala bagian keuangan itu bertanya; apakah ada diskon kalau kami ambil jumlah yang lebih besar ? Bisa..! jawab bang Hamzah.
Kebetulan anak perusahaan itu ada 10 unit, masing-masing unit rencananya mau berlangganan 20 eks. Berarti perusahaan itu akan menambah pesanannya menjadi 200 eks setiap hari. Tentu saja bang Hamzah spontan setuju, syukurlah menambah hasil pendapatan bulanan berikutnya. Setelah harga disepakati, beliau langsung pulang.
Betapa senangnya ia hari ini. Ia berniat jika tiba di rumah akan menceritakan pekerjaannya ini kepada isteri dan anak. Beliau pun lirik jam tangannya, astaga sudah pukul 7.35 WIB..! kagetnya. Bang Hamzah memacu sepeda motornya dengan kecepatan tinggi, karena Andika masuk sekolah pukul 7.50 WIB. Karena tak ingin Andika terlambat, ia pun tancap gas.
Luar biasa..!! ia tiba di rumah hanya dalam hitungan 7 menit saja. Padahal, waktu yang normal dalam perjalanan sewajarnya 15 menit. Berarti, Andika punya waktu 8 menit lagi agar tidak terlambat sekolah.
Bang Hamzah masih memacu sepeda motornya dengan kecepatan tinggi. Jika ia terlambat sedikit saja, maka Andika tidak bisa masuk sekolah hari ini. Sebab, peraturan sekolah, tepat pukul 7.50 WIB pintu gerbang sekolah di tutup dan tidak ada yang bisa masuk sekolah andaikan terlambat.
Sepeda motor melaju cepat di luar batas kebiasaan pula. Hujan yang deras malam tadi masih menggenangi jalan yang di laluinya. Ia terobos saja genangan air itu walau sedikit masalah berlobang terkuak di jalanan. Andika sampai terlompat-lompat diboncengan. Andika terus memegang erat pinggul ayahnya. Sesekali bang Hamzah berkata; pegang ayah yang kuat nak ? sahut bang Hamzah. Karena kecepatan tinggi dan kondisi jalan berlobang, bang Hamzah tak kuasa menghindari lobang yang terkuak lebar di depannya. Rrraakk !!! dresss..!! suara yang keras dampak dari terpentalnya Hamzah dan Andika dari sepeda motor mereka. Bang Hamzah tertimpa sepeda motor, Andika tercampak 2 meter dari ayahnya.
Spontan warga yang menyaksikan menolong bang Hamzah dan Andika. Kelihatannya bang Hamzah mengalami luka berat di kepala yang darah mengucur deras. Andika sendiri patah tangan kirinya dan kakinya kanannya luka berdarah. Mereka langsung dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan medis. Isterinya Halimah hanya bisa pasrah melihat dua insan yang dikasihinya. Ia berdoa semoga kedua belahan hatinya nyawanya dapat diselamatkan.
Syukurlah, bang Hamzah dan Andika nyawanya selamat. Si tukang lopper Koran itu matanya buta dan kakinya harus di amputasi. Sementara Andika hanya patah tangan yang tidak terlalu serius. Andika begitu terpukul jiwanya karena peristiwa itu. Ayahnya harus menjadi buta dan berkaki satu karena lobang di jalanan.
Andika hanya bisa menelan perasaan tanpa bisa menuntut siapa pun. Sekolahnya dan masa depan terancam karena ayah buta karena kecelakaan akibat lobang di jalanan. Sambil memeluk Andika, bang Hamzah berkata; maafkan ayah nak ? Ayah lakukan itu semuanya untuk mu ? Tak ada niat ayah mengendarai secepat itu ? Ayah takut Andika terlambat ?
Isterinya Halimah dan anaknya Andika hanya bisa menangis. Mengapa berat sekali cobaan ini? Abang buta, Andika patah tangan ? urai Halimah berderai air mata......
Andika menatap ibunya dan berkata; mak, sabar ya mak ? Ayah buta karena lobang di jalan itu ? Tapi lebih buta orang yang membuat dan sengaja membiarkan lobang itu ? Tuhan pasti membalasnya, gerai Andika.

*Penulis* Alumnus SMA Negeri 1 Medan, Alumnus dan Dosen UMA, Alumnus Pasca Sarjana USU Medan. Web: http://safwankhayat.blogspot.com. Email; safwankhayat@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar