Kamis, 27 Agustus 2009

Kemerdekaan Dengan Nilai Kepentingan Kolektif

Senin, 2008 Agustus 25
Kemerdekaan Dengan Nilai Kepentingan Kolektif

Oleh, Drs. Safwan Khayat M.Hum

Merdeka..!!! Indonesia Merdeka...!! Hidup atau Mati..!! Kata-kata ini akumulasi keinginan yang kuat bangsa Indonesia untuk lepas dari penindasan, perampasan, penistaan, pemerkosaan dan penjajahan kultural, politik, hukum, pendidikan dan ekonomi yang dilakukan bangsa kolonialis. Ratusan tahun seluruh sendi kehidupan bangsa Indonesia berada dalam tekanan dan penjajahan politik hingga merusak seluruh jaringan sel-sel syaraf persatuan, kesatuan dan nasionalisme kebangsaan. Bangsa kita hidup terkotak-kotak lewat polarisasi politik devide et imvera. Hembusan permusuhan saling curiga dan nafas perpecahan telah menjadi senjata ampuh bagi bangsa penjajah merusak anatomi nasionalisme kebangsaan kita. Perjuangan meraih hidup bebas (freedom life) dari penjajahan di beberapa daerah yang digerakkan tokoh-tokoh penting, tidak menjadi gerakan perlawanan yang berarti bangsa kolonialis. Gencarnya perlawanan di Aceh yang di pimpin Cut Nyak Dien, gerakan gerilya di Sumatera Utara yang dikomandoi Sisingamangaraja XI, pengusiran penjajahan di daerah Ranah Minang oleh Tuanku Imam Bonjol, laskar perjuangan di Jawa yang dimotori Pangeran Diponegoro, pergerakan mengusir penjajajh di Makassar oleh Sultan Hasanuddin, serangan pemuda Maluku atas bangsa penjajah oleh Pattimura dan sejumlah deretan nama besar pahlawan kebangsaan yang berjuang menegakkan kemerdekaan Republik Indonesia. Sesama kita sebangsa, serumpun, sedarah bahkan se-ibu dan se-ayah hidup saling bermusuhan dengan mempertahankan masing-masing pendapat dan kehendak. Tidak sedikit bangsa kita sendiri telah menjadi budak kepentingan bangsa kolonialis demi mengejar target pribadi dan nafsu jabatan duniawi. Kita tidak saja berhadapan dengan fisik bangsa penjajah, tetapi kita telah berbenturan fisik secara langsung dengan saudara sendiri. Begitulah kondisi perpolitikan adu domba dan politik belah bambu yang dilakukan pada masa itu.


Walau kondisi semakin parah, tokoh yang berupaya menyatukan bangsa agar meraih cita-cita kemerdekaannya terus bermunculan. Sejumlah nama berkaliber pengalaman pendidikan nasional dan internasional terus menyakinkan seluruh elemen bangsa bahwa kondisi nusantara harus kita satukan dengan cita-cita bebas penjajahan dan merdeka secara universal. Munculnya nama-nama seperti Dr. Wahidin dengan gerakan pendidikan, Muhammad Natsir dengan gerakan Agama, Dr.H. Agussalim dengan gerakan budaya, pendidikan dan agama, Dr. Mohammad Hatta dengan gerakan ekonomi koperasi dan Ir. Soekarno dengan gerakan politik dan sejumlah nama tokoh besar lainnya telah berhasil menjemput semangat persatuan untuk mengusir penjajah di tanah air. Gerakan gerilya politik secara nasional yang dipimpin Panglima Jenderal Sudirman dalam melakukan penyerangan dan pertempuran secara serentak di beberapa daerah telah menumbuhkan jiwa kobaran api kemarahan dengan pekikan Merdeka atau Mati. Ternyata upaya ini berhasil telah menyamakan persepsi bangsa kita bahwa hanya dengan bersatu merapatkan barisan dengan visi kemerdekaan bebas dari belenggu penjajah telah merubuhkan benteng politik kolonialis yang begitu kokoh.

Jiwa persatuan jauh lebih ampuh dan canggih dalam mengusir bangsa penjajah di tanah air. Hanya bermodalkan senjata yang ala kadar melawan kecanggihan senjata lawan seluruh pos-pos yang diduduki penjajah telah di bumi hanguskan oleh pejuang bangsa yang tidak kenal menyerah dan rela mengorbankan segalanya demi mempertaruhkan marwah bangsa Indonesia.
Kini hasil persatuan itu telah membuah hasil tepatnya tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaanya. Catatan kelukaan dan cerita kesedihan mendalam terganti oleh sebuah ruang hidup yang lebih segar dengan dengusan nafas kebebasan. Air mata kesedihan yang biasanya mengalir telah berganti dengan air mata kegembiraan yang bercucuran berkat perjuangan dan anugrah Tuhan Yang Maha Kuasa. Kemerdekaan ini telah memasuki usia ke 63 tahun pada saat tanggal 17 Agustus 2008 diperingati secara nasional seluruh komunitas bangsa Indonesia dalam negeri maupun yang di luar negeri. Peringatan hari kemerdekaan setidaknya dijadikan sebuah peringatan atas jiwa pengorbanan dan persatuan pejuang bangsa tanpa kenal lelah dan pamrih demi bangsanya.

Nilai Kepentingan Kolektif

Sejarah telah mencatat bahwa persatuan menjadi senjata ampuh meluluhlantakkan seluruh kekuatan bangsa penjajah di tanah air. Sikap bersatu dengan nilai kepentingan kolektif telah meletakkan dasar-dasar kemerdekaan. Nilai kepentingan kolektif ini pulalah yang peru kita teladani dalam mengisi kemerdekaan di usia 63 tahun ini. Nilai kepentingan kolektif bukan berarti tidak menghargai kepentingan individu, tetapi jiwa dan semangat kebersamaan dalam nilai kepentingan kolektif adalah prasayarat dalam menegakkan azas kebangsaan dengan makna bertindak sendiri-sendiri dan bersama di atas kepentingan negara.
Di dalam nilai kepentingan kolektif mampu merajut sikap saling menghargai dengan bentuk penyadaran diri bahwa segala produk berfikir dan tindakan perilaku sosial tanpa mengorbankan kepentingan bangsa. Sikap ini menjadi pola tindak yang dapat memelihara persatuan yang kian dipertaruhkan akhir-akhir ini. Seperti yang telah disinggung di awal tulisan bahwa persatuan senjata ampuh mengusir penjajahan, di era mengisi kemerdekaan persatuan juga senjata ampuh mengusir kebodohan, kemiskinan dan penegakkan keadilan.
Nilai kepentingan kolektif merupakan implementasi nilai kejuangan yang lahir dari suatu tindakan memperjuangkan hak kemanusiaan. Kemerdekaan yang diperjuangkan para pejuang bangsa juga menuntut perjuangan penegakkan hak kemanusiaan yang ditindas oleh kolonialis. Kemerdekaan menjadi tekad untuk sukses dengan mempertebal semangat juang dalam meraih masa depan bangsa. Tekad untuk suskes itu hanya ada bila kemerdekaan di isi dengan persatuan sebagai alat pembangunan. Kepentingan individual sangat jauh dari nilai kejuangan yang mengutamakan azas kepentingan kolektif. Dengan sikap bersama tidak akan mampu menggoyahkan tujuan kita untuk saling membahu menjaga dan mengisi kemerdekaan dengan pendidikan, peningkatan ekonomi, politik berkeadilan, penegakkan kepastian hukum dan moralitas yang teruji.
Di usia 63 tahun kemerdekaan RI, sikap dengan nilai kepentingan kolektif menjadi modal pembangunan nasional. Kepentingan individu dan kelompok hendaknya diselaraskan dengan kepentingan kolektif secara nasional sehingga upaya pihak tertentu dalam melemahkan persatuan dan nasionalisme kebangsaan tidak berjalan. Persatuan di tengah pergumulan identitas kebangsaan pasca kemerdekaan terus di uji dengan berbagai desakan dan tekanan kekuatan tertentu dalam dan luar negeri.
Mengisi kemerdekaan dengan nilai kepentingan kolektif yakni dengan menyatukan persepsi kebangsaan tanpa apriori dan sentimen kelompok. HUT Kemerdekaan RI menjadi simbol hari bahwa berkibarnya bendera Merah Putih tidak cukup dengan keberanian dan suka cita tetapi didasari dengan ketulusan, kebanggaan, keikhlasan dan harapan bahwa dengan berkibarnya sang Merah Putih di langit biru menjadi simbol pula berkibarnya Indonesia Raya di jagat dunia.
Refleksi kemerdekaan harus pula dijabarkan ke dalam nilai hidup kesehariaan yakni dengan merasakan bahwa tujuan pasti sulit diraih tanpa perjuangan dan perngorbanan. Kemerdekaan menjadi nyata dan abadi bila bangsa ini merdeka mengekspresikan potensi diri secara ril, produktif dan bertanggungjawab. Mengekspresikan diri bukan saja sekedar mengeksplorasi minat, bakat dan daya fikir tetapi dapat dengan bebas memberikan konstribusi terhadap apa saja pola tindak yang menguntungkan bangsa dan negara. Yang paling terpenting, substansi refleksi kemerdekaan yakni tidak ada lagi penistaan, penindasan, pemaksaan kehendak dengan kekerasan dan perampasan hak-hak kemanusiaan. Kita boleh saja merdeka menyampaikan pendapat tetapi kemerdekaan itu harus pula jujur dan bertanggungjawab. Kita silahkan saja merdeka menentukan sikap politik yang terpenting politik berkeadilan menjadi makna penting dari substansi kemerdekaan. Pihak tertentu dibenarkan mengembangkan ekonomi usaha seluas-luasnya, asalkan tidak memonopoli praktek ekonomi yang dapat meruntuhkan usaha ekonomi kecil menengah. Disinilah substansi kemerdekaan sepanjang nilai kepentingan kolektif menjadi patron bangsa ini mengisi kemerdekaan itu tadi.
Melalui momentum hari kemerdekaan ini saatnya bangsa kita harus serius menyatukan persepsi bahwa sikap kepentingan individu dan kelompok dapat melemahkan nilai kejuangan dan substansi kemerdekaan. Dengan bersatu mengasah jiwa nasionalisme dan wawasan kebangsaan yang cerdas bangsa kita tidak mudah rapuh dari rongrongan gaya kolonialisme baru yang terus mengancam integrasi nasional. Hanya dengan persatuan bangsa kita menjadi lebih kuat bersama meraih cita dan menata masa depan. Dirgahayu Indonesia Ku..!! Majulah Negeri Ku..!! MERDEKA..!!



Penulis
Drs. Safwan Khayat M.Hum

Penulis ; Alumus UMA dan USU, Dosen UMA dan saat ini Email; safwankhayat@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar