Senin, 24 Januari 2011

Barack Obama dan Burung Beo

Barack Obama dan Burung Beo
Oleh
Drs SAFWAN KHAYAT MHum
Mas Barma atau nama lengkapnya Subarma, sehari-hari sibuk menjajaki kios dagangan bakso yang letaknya persis di pinggir jalan raya. Rutinitas kesehariannya terasa padat, dimulai dari membeli bahan dagangan, mengolahnya dan menjualnya. Aktifitas ini dilaluinya sudah berjalan 11 tahun bersama istrinya Mbak Karsi atau nama lengkapnya Siti Karsinah.
Mas Barma dan Mbak Karsi menikah 15 tahun yang lalu, hingga saat ini mereka belum juga menggendong seorang anak yang lama diidamkan. Mereka rindu juga tangisan seorang anak, tetapi Tuhan belum memberi mereka rezeki untuk menimang seorang bayi. Tapi mereka tetap berkasih sayang hidup rukun, akur dan saling pengertian.
Biasanya kios bakso di buka pukul 16.30 WIB (sore hari). Mereka tinggal bersamaan dengan kios baksonya. Rumah berukuran 4 x 6 di bagi dua. Separuh untuk tempat tinggal, sisanya lagi buat kios bakso. Cukup sempit dan memprihatinkan memang.
Sebelum di buka, biasanya pula mas Barma memberi makan binatang peliharaannya seekor burung Beo yang sudah 3 tahun bersama mereka. Beo inilah pengobat kesedihan dan kesepian mereka. Beo ini pula yang menjadi hiburan mereka, sebab si Beo pandai berbicara.
Mas Barma dan Mbak Karsi sangat sayang dengan si Beo. Mereka memperlakukan si Beo sudah menjadi bagian dari anggota keluarga. Bukan saja diberi makan, si Beo juga selalu dimandikan. Terkadang dilakukan Mas Barma sendiri, terkadang pula isterinya.
Kandangnya pun diletakkan disamping televisi (TV) berukuran 21 inc yang letaknya dekat stelling kios bakso. Pelanggannya pun terhibur dengan tingkah dan ulah si Beo. Sambil makan bakso, pelanggannya menyempatkan diri mengajak si Beo berbicara. Si Beo yang pandai berbicara, bisa menirukan beberapa kata yang acap didengarnya melalui suara yang keluar dari TV itu. Mas Barma lebih sering menonton TV, sementara istrinya hampir dipastikan jarang menonton TV. Karena kesibukan, Mas Barma hanya menonton siaran berita saja. Walau ia penjual bakso, ia juga tak mau ketinggalan soal perkembangan berita terkini.
Selama 2 pekan ini, seluruh siaran TV Swasta menayangkan pemberitaan tentang Barack Obama Presiden Amerika Serikat akan datang ke Indonesia . Mulanya Mas Barma tak begitu tertarik dengan berita itu. Sebab baginya terlalu naif mengikuti perkembangan berita yang kualitasnya tak sesuai dengan standard dirinya. Mas Barma lebih suka berita dalam negeri seperti Century gate, cicak versus buaya, makelar kasus (Markus), pentas pilkada dan penangkapan teroris. Tetapi apa mau di kata, dominasi berita lebih banyak menyiarkan tentang Barack Obama.
Si Beo pun ikut keranjingan. Dari paruhnya, si Beo fasih mengucapkan Century gate, cicak versus buaya, markus dan teroris. Sebab, kata-kata itu kerap tersebut dari seorang wanita si pembawa acara berita di balik layar TV itu. Tapi kali ini, paruh si Beo lebih sering menyebut nama Obama. Begitulah si Beo, ia hanya bisa menyebut, tak perduli apa maksudnya. Kalau berita pekan ini menyebut tentang sesuatu, maka si Beo latah pula meramaikan pembicaraan di balik peristiwa berita itu. Jikalau pula pemberitaan tak lagi mengangkat persoalan lain, maka si Beo ikut pula mengoceh soal berita lain. Bagi si Beo, yang penting sebut, oceh dan ramailah pembicaraan. Soal orang yang mendengar mengerti atau tidak, setuju atau tidak, damai atau ribut, yang penting oceh saja.
Pemberitaan pun semakin panas, pro dan kontra muncul tentang niat kedatangan Obama ke Indonesia . Ada yang setuju, tak sedikit pula yang menolak. Analisis pakar dan politisi mengalir deras dibalik kaca layar TV. Tak jarang pula teriakan penolakan dibalik aksi demonstrasi terus berdatangan. Tapi bagi si Beo berita ini semakin menambah kefasihan bila menyebut nama Barack Obama. Awalnya si Beo hanya bisa menyebut Obama saja, tapi kini ia sudah bisa menyebut nama lengkap Barack Obama.
Bagi keluarga Mas Barma, kepandaian si Beo bukanlah hal yang aneh. Burung peliharaannya itu memang cukup cepat menirukan kembali ucapan seseorang yang sering didengarnya.
Seperti biasa, setiap pelanggan singgah ke kios bakso mereka. Sambil menunggu bakso disiapkan, para pelanggan usil menganggu ketenangan si Beo dalam kandanganya. Seorang ibu bersama 2 orang anaknya mendatangi si Beo. Sore Beo ? sapa si Ibu. Sore bu! sore bu ! jawab lincah si Beo. Siapa yang mengajarkan mu bicara ? tanya si Ibu lagi. O.. bama, jawab Beo. Siapa ? desak si Ibu. O.. bama ! tegas si Beo. Ibu itu tersenyum sambil menggeleng-geleng kepala. Dasar si Beo, sudah demam Amerika dia, gumam hati si ibu.
Hitungan menit, pesanan bakso si Ibu dan anaknya sudah siap saji di meja makan. Si ibu bergegas menuju meja makan sambil menyantap bakso pesanannya. Berselang 2 menit, masuk sepasang kekasih singgah ke kios itu. Mereka langsung duduk di meja persis di samping kandang Beo. Mulanya sepasang kekasih itu tak menggubris si Beo. Tangan mereka terus bergenggaman bagaikan bulan madu yang tiada berhenti. Hampir 10 menit mereka duduk tanpa memesan satu makanan pun. Tak lama datanglah suara pelayan menawarkan makanan. Mau pesan apa ? ucap suara itu. Bakso dua ya ? sahut si pemuda. Minumnya apa ? ucap suara itu. Teh manis dingin saja ! jawab mereka.
Sepasang kekasih itu heran, ternyata suara pelayan itu datangnya dari paruh si Beo itu. Spontan sepasang kekasih itu terfokus pada si Beo. Si Pemuda mulai usil mengganggu si Beo. Kamu tadi yang bicara ? tanya si pemuda. Ia, benar ! sahut Beo. Siapa yang mengajari ? tanya pemuda itu lagi. O… Bama, jawab Beo. Siapa ? tanya pemuda itu. O... Bama! Tegas Beo. Presiden Amerika itu, tekan pemuda itu lagi. Bukan Obama itu, tapi mas Bama, jawab Beo. Karena si Beo tak bisa melafaskan huruf “R” (er), maka ia sebut Bama saja. Andaikan ada yang bertanya siapa yang mengajarkan ia bicara, si Beo pasti menjawa ; O… Bama.
Akhirnya, si Beo membawa rezeki bagi Mas Barma. Pelanggannya semakin banyak sambil menyaksikan kefasihan si Beo berbicara. Orang-orang sering menjuluki kios bakso Obama. Sebab, julukan itu keluar dari paruh si Beo peliharaan Mas Barma.
Julukan itu tak membuat risih telinga mas Barma. Malah kiosnya semakin ramai saja akibat julukan itu. Tetapi bagi si Beo, ramai atau tidak kios mas Barma, ia tetap seekor burung yang hanya bisa menyebut tanpa memahami dampak yang terjadi. Terkadang ucapan bisa membawa kebaikan, tetapi tak jarang lewat ucapan juga bisa membawa malapetaka. Berhati-hatilah berbicara dan jangan ikut latah. Tetapi bagi si Beo, kelatahannya membawa berkah bagi mas Barma. Berita tentang Obama dan latah di Beo membawa sumber rezeki baginya.

*Penulis, Alumnus SMA Negeri 1 Medan, Alumnus dan Dosen UMA, Alumnus Pascasarjana USU Medan, Ketua MABMI Kota Medan.