Kamis, 27 Agustus 2009

Medan Dan Hujan

Renungan
Medan dan Hujan.
Oleh : Drs. Safwan Khayat, M.Hum

Gumpalan awan hitam terus bergerak yang telah mencurahkan hujan membasahi tanah Medan hingga ke ubun-ubun bumi yang paling dalam. Medan basah oleh hujan yang deras sebagai pertanda cucuran karunia Tuhan Yang Maha Esa seakan tiada pernah putus melingkari Rahmat-Nya.. Curahan karunia Tuhan menjadi i’tibar bagi kita bahwa hujan bukanlah bencana tetapi limpahan karunia-Nya di atas kekuasaan-Nya yang menjadikan seluruh hamparan bumi menjadi subur oleh siraman hujan. Setiap titik air dari jutaan titik air hujan membawa harapan kehidupan bahwa air menjadi sumber penghidupan manusia di muka bumi. Setitik air menjadi penyambung kehidupan makhluk di muka bumi dengan kesegaran dan kekuatannya telah menambah daftar panjang kehidupan seluruh ciptaan Tuhan.

Hujan bukanlah bencana, tetapi hujan adalah rahmat dan karunia Tuhan yang patut kita syukuri. Hujan menjanjikan sebuah kehidupan yang hidup dengan sifat kelembutan, kesejukan dan terapi pertumbuhan. Begitulah jika hujan turun maka bumi dan seluruh penghuninya mensorak ceria menyambut datangnya air keberkahan.

Seandainya kita tidak bersyukur atas limpahan karunia Tuhan dengan menjaga, merawat dan memperbaiki nikmat yang pernah dirasakan, maka hujan menjadi serangan yang menakutkan oleh orang-orang yang tidak menyadari rahmat dan karunia Tuhan. Gumpalan jutaan air hujan dapat menjadi suasana menjadi mencekam tatkala fasilitas alam yang kita nikmati tidak terawat. Bumi akan terendam oleh derasnya serangan hujan yang menikam tajam sampai ke sumsum perut bumi. Derasnya hujan, bumi tidak mampu menampung dikarenakan fasilitas alam terbengkalai dan dirusak. Hutan di babat tajam hingga tidak menyisakan akar kehidupan, sistem drainase yang terbengkalai hingga tidak mampu menyambut curahan hujan, sampah yang menumpuk seakan tidak enggan keluar dari lingkaran kebersihan dan sungai pun enggan menyambut datangnya hujan karena penuh dengan tumpukan kotoran.

Jika hujan tiba, kota Medan seakan cemas bagaikan di serang balatentara dari Tuhan. Gumpalan awan hitam dengan ledekan bom halilintar mengeluarkan jutaan peluru air hujan memberangus seluruh sisi kota Medan. Medan tergenang, Medan banjir dan Medan tenggelam. Sungai-sungai menolak kedatangan hujan yang akhirnya memuntahkannya kedaratan. Parit atau selokan juga tidak mampu berbuat banyak hanya bisa pasrah dan berdoa semoga sistem pembangunan lebih mengutamakan perawatan daripada keuntungan. Badan jalan penuh genangan air dan menjadi rusak di makan ketamakan. Pohon bertumbangan sambil mengintip siapa sasaran yang menjadi korban. Lalu lintas semakin amburadul karena tidak mampu menangkis serangan hujan.

Duhai kawan, aku, kamu, kami, kita, mereka dan siapun dia yang menjadi Medan sebagai kota pengharapan mari kita rawat dan jaga. Jangan sampai terjadi rahmat dan karunia Tuhan berujung kepada bencana. Hujan bukan lawan tetapi dambaan bagi makhluk hidup yang ada di muka bumi. Ketajaman hujan menjanjikan jutaan harapan dari setiap butir air yang tercurah membahasi kota Medan. Tetapi ketajaman hujan menjadi menakutkan ketika ruang kemanusiaan tidak lagi menjadi modal dalam merawat kota Medan.

Kita harus menyakini dan tetap meyakini bahwa Hujan adalah janji Tuhan yang mampu menghasilkan jutaan pengharapan. Hujan menyuburkan tanaman, menggemburkan lahan, menyejukan alam, membasahi sisi kekeringan dan melenturkan ketegangan. Hujan menjadi siksaan manakala manusia tidak pernah menghargai hasil cipta, karya dan karsa yang sepatutnya untuk kemaslahatan pula. Mudah-mudahan, Medan tetap bersyukur atas kedatangan hujan tanpa rasa cemas dan ketakutan.

Penulis, Alumnus dan dosen UMA, Alumnus Pascasarjana USU, Email; safwankhayat@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar