Kamis, 27 Agustus 2009

Polisi Dan Guru ; Berpisah Setelah Ban Bocor

Oleh
Drs SAFWAN KHAYAT MHum


Rosmalina seorang guru honor yang sudah mengajar ± 22 tahun di sekolah dasar (SD) negeri yang letaknya tak jauh dari daerah aliran sungai Deli kota Medan . Ibu yang bertubuh subur ini akrab disapa oleh guru-guru dan muridnya dengan panggilan Ibu Ros. Minggu depan usianya genap 59 tahun, sungguh usia yang cukup matang menjadi seorang tenaga pendidik. Sepatutnya, Ibu Ros sudah harus pensiun, tapi karena luas ilmunya dan cara pengajarannya yang disiplin lagi baik, jasanya masih dibutuhkan untuk mendidik anak-anak. Ibu Ros pun menikmati profesinya sebagai guru, malahan Ibu Ros lebih suka mengajar daripada duduk santai di rumah.

Di usia pengalamannya mengajar, ribuan siswa sudah banyak yang tamat dan mungkin juga sudah berhasil menduduki sejumlah jabatan penting. Ibu Ros sudah tentu tak hafal lagi wajah lugu murid-muridnya itu. Bisa jadi pula muridnya itu sudah berkeluarga dan anak-anak mereka disekolahkan di tempat Ibu Ros mengajar. Artinya, orang tua dan anak, kesemuanya murid Ibu Ros.

Ibu Ros mengajar bidang studi biologi. Dahulunya, Ibu Ros mengajar selalu naik angkutan umum (Angkot), tapi hampir 2 tahun ini Ibu Ros sudah naik sepeda motor scooter matic buatan produk Jepang. Sepeda motor ini Ibu Ros beli dengan cara kredit yang dibayar melalui pemotongan setengah dari gaji honornya. Ibu Ros hitung-hitung, ongkos angkot cukuplah membayar angsuran sepeda motornya. Belum lagi waktu dan rezeki lain dikejar jauh lebih menguntungkan, sebab Ibu Ros juga mendapat rezeki dari honor less tambahan di sekolah lain.

Pada Rabu pagi, Ibu Ros masuk lebih cepat daripada hari lainnya. Jam mengajarnya pagi itu pukul 07.30 WIB. Jarak rumah dengan sekolah ditempuh selama 40 menit, maka Ibu Ros wajib berangkat dari rumah kisaran pukul 06.20 WIB. Jika tiba di sekolah, Ibu Ros masih punya waktu sekitar 10 menit istirahat sejenak sambil menyiapkan bahan pelajaran yang akan disampaikan. Mengendarai scooter matic-nya, Ibu Ros jalan dengan kecepatan 35 KM/jam. Maklum saja, tubuhnya yang subur tak cukup lincah untuk melaju kecepatan kenderaannya. Belum lagi usianya dan kesehatan fisiknya, rasanya tak mendukung bagi Ibu Ros memacu kenderaannya itu.

Diperjalanan, ada yang lain perasaan Ibu Ros mengemudi sepeda motornya. Ibu Ros merasakan laju sepeda motornya betul-betul lambat. Mungkin scooter ini sudah masanya di service, duganya. Oh ya !! Sudah 2 bulan scooter ini tak di service, apalagi ganti Oli, gumamnya. Tapi, kali ini sangat tidak enak membawa scooter-nya. Ibu Ros bagaikan naik sepeda motor di atas sampan yang sedang diterjang ombak. Goyang kanan, goyang kiri dan hampir jatuh. Ibu Ros coba berhentikan scooter-nya ke bibir jalan, lalu ia perhatikan secara seksama scooter itu.

Uaallah..!! ban-nya boccoorr..!! oceh Ibu Ros dengan gaya bahasa khasnya. Sial banget pagi ini, ocehnya lagi.

Sambil mendorong scooter, mata Ibu Ros jelalatan lihat kesana, kemari, kekanan dan kekiri. Tapi dasar sial, yang dituju si penambal ban tak kunjung kelihatan. Ibu Ros melirik jam tangannya sudah pukul 07.15 WIB, berarti ia punya waktu 15 menit lagi.

Tubuh suburnya dibasahi keringat mengkujur deras. Wajah yang dilapisi bedak dan sedikit lipstrik mulai tak karuan. Nafasnya tersengal-sengal dan Ibu Ros kebingungan. Kasihan sekali guru yang malang ini.

Ibu Ros mengambil keputusan untuk duduk saja di bibir trotoar. Tubuhnya tak mungkin lagi mendorong scooter itu. Ibu Ros duduk lemas sambil berdoa, Oh Gusti Allah, berilah hamba Mu ini pertolongan.

Pagi Ibu ? Ada yang bisa saya bantu, sapa seseorang yang sengaja menghampirinya. Dalam kondisi lemas dan setengah sadar, Ibu Ros menoleh si penyapa yang ia tidak tahu dari mana datangnya. Fikirannya masih bingung, kacau dan sedikit pusing. Ibu Ros mengangkat kepalanya dan terkejut sedikit shock.

Ya ampun mati aku, serem banget muka orang ini, gumamnya. Ibu Ros dihampiri seseorang bertubuh besar, perut gendut, kulit hitam dan kumis tebal.

Ada yang bisa saya bantu ibu ? sapa orang itu. Ibu Ros meraih minuman di botol tupper ware-nya, ia teguk sedikit dan kondisi perlahan-lahan pulih. Oh rupanya, pak Polisi, bisik hatinya.

Ban sepeda motor saya bocor pak, saya udah capek mendorongnya, tapi tidak ketemu penambal ban, jawab Ibu Ros dengan lugu. Ibu mau kemana ? sapa Polisi itu. Saya mau mengajar, di sekolah SD negeri yang letaknya di sekitar daerah aliran sungai Deli, jawab Ibu Ros.

Polisi itu menawarkan jasa agar sepeda motor Ibu Ros dititipkan di Pos Polisi itu. Ibu Ros setuju, selepas mengajar ia ambil lagi sepeda motornya. Ibu Ros akhirnya pergi mengajar naik taksi dan tiba pukul 07.40 WIB. Ia terlambat 10 menit dari jam mengajarnya.

Sekitar 20 menit mengajar di kelas, kepala sekolah masuk ke dalam kelas Ibu Ros. Kepala Sekolah mohon izin waktu kepada Ibu Ros akan menyampaikan pengumuman duka cita dari seorang wali murid di kelasnya. Ibu Ros mempersilahkan dan langsung seluruh penghuni kelas itu terkejut bahwa orang tua salah satu murid di kelas Ibu Ros meninggal dunia 15 menit yang lalu.

Tentu saja murid menangis terisak-isak dan spontan menjerit histeris. Lalu pihak sekolah mengambil keputusan agar seluruh proses belajar mengajar dihentikan dan berangkat ke rumah duka.

Setiba di rumah duka, ratusan orang sudah penuh melayat. Ibu Ros juga ikut melayat bersama guru dan murid lainnya. Pihak sekolah menyampaikan rasa belasungkawa yang mendalam atas wafatnya salah seorang wali murid di sekolah mereka. Yang menyampaikan ucapan itu hanya kepala sekolah dan wakil kepala sekolah saja. Sementara guru-guru lainnya termasuk Ibu Ros hanya melayat di luar rumah duka.

Setelah 20 menit di rumah duka, mereka kembali ke sekolah dan dinyatakan boleh pulang ke rumah masing-masing. Ibu Ros memutuskan untuk pulang tapi ia harus mengambil sepeda motornya ke pos Polisi tadi. Kali ini ia tidak naik taksi, tapi diantarkan rekan mengajarnya dengan sepeda motor juga. Tiba di pos Polisi itu, ia lihat sepeda motornya masih utuh parkir di depan pos jaga itu.

Rekan gurunya tadi pun pulang ke rumah, Ibu Ros ucapkan terimakasih. Polisi yang di pos itu sudah berganti orang. Petugas ini tubuhnya agak ramping dan tidak berkumis.

Ini kunci sepeda motornya, coba periksa apakah ada yang kurang, sambut Polisi itu. Ibu Ros pastikan sedikit pun tak ada yang ganjil, tapi ban sepeda motornya sudah tidak bocor lagi. Terimakasih pak, ban sepeda motor saya sudah ditambalin, sapa Ibu Ros dengan rasa gembira. Ya udah Ibu, hati-hati di jalan, sambut Polisi itu.

Oh ya pak, bapak tadi pagi kemana ya ? tanya beliau. Kenapa Ibu, masih ada yang kurang ? tanpa Polisi itu balik. Bukan pak, saya mau ucapkan terimakasih sama beliau, ucap Ibu Ros. Sudahlah Ibu, bapak itu tidak usah dikenang lagi, mungkin sudah takdirnya, jawab Polisi itu. Lho!! Koq begitu, ada apa rupanya, Tanya Ibu Ros heran. Bapak itu sudah meninggal dunia 2 jam yang lalu, karena di tabrak angkot ketika bertugas mengatur lalu lintas, terang Polisi itu. Apa pak ? Meninggal dunia ? heran Ibu Ros.

Polisi itu menceritakan kronologis kejadiannya. Almarhum meminta dirinya untuk menjaga sebentar pos jaga ini. Katanya mau menempel ban sepeda motor ibu, agar Ibu pulang tidak susah lagi mendorong. Setibanya di tukang tambal ban, almarhum mengatur lalu lintas di sekitar lokasi itu. Sambil menunggu ban sepeda motor di tambal, almarhum mengatur lalu lintas yang kondisinya mulai tak menentu. Tapi dasar nasib, almarhum diserodok mobil angkot yang menyalip tanpa melihat situasi arah lalu lintas. Almarhum terhempas dan langsung dilarikan ke rumah sakit. Karena terlalu banyak darah yang keluar, almarhum meninggal dunia.

Tapi almarhum sempat menelpon saya dengan pesawat selulernya, agar sepeda motor Ibu dibawa ke pos. Katanya, Ibu adalah gurunya dulu yang sering ia lecehkan. Tapi karena jasa Ibu ia sudah jadi Polisi. Sekarang anaknya pun jadi murid Ibu. Pesannya, masih belum ada arti jasa menambal ban dengan jasa mengajar Ibu sendiri. Almarhum tak sempat membawanya karena arus lalu lintas harus segera di atasinya. Makanya sepeda motor ibu, saya sendiri langsung yang bawa kemari. Saya sendiri tak sempat melihat jenazah beliau.

Ibu Ros langsung terduduk lemas, air matanya mengalir deras dan jantungnya berdetak cemas. Polisi yang wajahnya menakutkan itu ternyata hatinya sangat baik. Ia wafat di atas kemuliaan dan tugas negara. Ibu Ros tak sempat mengucapkan terimakasih. Dan rumah duka tadi ketika ia melayat ternyata polisi itu orang tua dari muridnya.

Oh Gusti Allah !! Sungguh malunya aku. Ia wafat karena sepeda motor ku. Kami berpisah setelah ban sepeda motor ini bocor Aku sendiri tak sempat menemuinya. Tapi ia langsung menemui Mu. Oh Gusti Allah !!! Ia balas jasa aku mengajar dengan sebuah tambalan ban, doa Ibu Ros sambil terisak-isak.



*Penulis* Alumnus SMA Negeri 1 Medan, Alumnus dan Dosen UMA, Alumnus Pascasarjana USU Medan. Website; http://safwankhayat.blogspot.com/. Email; safwankhayat@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar