Kamis, 27 Agustus 2009

Selamat Jalan Sahabatku

Innalillahi wa Inna Ilaihi Roji’un
Selamat Jalan Sahabat Ku !!


Pagi itu sang surya menghembuskan kehangatan tubuhnya menyinari bumi dengan terang benderang. Ku lihat dengan jelas tak ada tanda-tanda gumpalan awan hitam dan hembusan angin yang bakal mengundang hujan, dan ku pastikan pula bahwa hari ini adalah hari yang cerah dan menyenangkan.
Hari itu adalah hari pertama ku bertugas resmi menduduki jabatan baru sebagai Kepala Seksi Sarana Angkutan (Kasi Sarang) Direktorat Lalu Lintas (Ditlantas) Kepolisian Daerah Sumatera Utara. Aku kembali ditugaskan di Medan setelah 15 bulan aku “nongkrong” di Pematang Siantar menjabat Wakapolresta. Saat itu kami sedang rapat bersama pimpinan mendiskusikan situasi lalu lintas yang berkaitan dengan harapan, kenyataan dan tantangan. Tak sedetik pun tersisa, kami manfaatkan ruang diskusi dengan uraian analisis dan modus pemecahan masalah agar situasi lalu lintas di Sumatera Utara berjalan tertib, aman, dan lancar.
Diskusi pun terhenti sementara di saat suara azan bergema memanggil nurani kami untuk beranjak duduk menuju Mesjid berdiri megah di kantor ku. Aku basuhi tubuh ini dengan air wudhuk agar fikiran ku basah dengan gagasan, ku takbirkan kebesaran Ilahi dengan shalat agar hati ini dijauhi dari nafsu dengki. Munajat doa tetap ku sampaikan agar sang Khaliq selalu meridhoi aktifitas ku dan cerahnya masa depan Negara ku.
Selepas itu, aku dan teman-teman kembali ke ruang diskusi guna melanjutkan agenda yang tadinya tertunda. Berselang 15 menit kemudian tepatnya pukul 13.45 WIB, telepon seluler ku bergetar dengan menuliskan pesan singkat yang ku nilai hanyalah buwalan, bongak atau iseng belaka. Isi pesan singkat tertulis ; “Innalillahi wa Inna Illaihi Roji’un, Azis Angkat Ketua DPRD SU tewas dikeroyok demonstran massa Protap”.
Awalnya pesan singkat itu tak ku gubris, tapi terhitung 2 menit berikutnya pesan singkat itu datang lagi dari nomor berbeda dengan tulisan : bang Safwan, kawan abang Ketua DPRD SU Azis Angkat tewas dibantai massa Protap”. Aku mulai ragu, goyah dan ingin cari tahu kebenarannya. Tapi ada daya ku, sebab aku masih harus mengikuti seluruh agenda diskusi yang sedang berjalan di kantor ku. Tangan ku pun gatal bermain SMS mengejar informasi tadi guna mencari tahu kepada rekan sejawat dari kalangan wartawan yang bertugas di DPRD SU. Ternyata jawabannya, “betul bang Safwan, sahabat abang telah berpulang kepangkuan-Nya”.
Pesan singkat yang terakhir sontak membuat tubuh ku lemas, keringat dingin mengucur deras, fikiran ku kacau, emosi ku memuncak dan perasaan semakin tak menentu. Ingin ku tinggalkan rapat demi mengejar pembaringan terakhir sahabat terbaik ku itu. Andaikan aku disampingnya, tubuhnya pasti kulindungi dari ganasnya demonstran yang tak berprikemanusiaan itu.
Ku akui, berita itu telah merenyuhkan hati ku. Aku kehilangan sahabat yang santun, teguh pendirian dan loyal berteman. Aku tak percaya kalau nasib sahabat ku begitu tragis melayang ajalnya oleh kesadisan massa demonstran. Aku marah dan benci kepada mereka yang begitu tega menghakiminya dengan kekerasan, penganiayaan dan pembunuhan.
Masih jelas suaranya di saat beliau menanyakan kabar keadaan ku. Sulit ku lupa tatkala nasehatnya yang selalu melingkari fikiran ku. Masih segar dalam ingatan ketika dia mengatakan jadilah seorang polisi yang dekat dengan masyarakat. Semua itu menjadi kenangan yang tak mungkin terlupakan.
Jika ku turuti emosi ini, ingin remukkan orang-orang yang berhati sadis yang telah merenggut nyawa sabahat ku. Aku tak rela sahabat ku tewas mengenaskan. Aku tak ikhlas sahabat ku ternaiaya hanya karena nafsu serakah, syahwat politik dan syahwat kekuasaan yang tidak dilandasi nilai kemanusiaan. Pemaksaan kehendak dengan sikap anarkis apalagi dengan merencanakan menghilangkan nyawa orang merupakan perilaku yang naïf, sadis, brutal dan zalim.
Dalam takziah aku berdoa; Ya Allah, ampunkan kesalahannya, terimalah amal kebajikannya, tempatkanlah ia di sisi Mu dengan keridhaan Mu. Ya Allah, kuatkan hati kami untuk menerima kenyataan ini, lapangkan fikiran kami untuk menebus segala kelemahan ini, dan teguhkan hati kami untuk menjaga keutuhan persaudaraan ini”.
Walau terasa pahit tapi aku harus terima kenyataan ini. Ku pasrahkan semua ini kehadirat Ilahi agar orang yang zalim itu mendapatkan ganjaran yang setimpal. Ku serahkan kepada hukum, agar keadilan ditegakkan dengan menjatuhkan hukuman yang setimpal pula.
Kepada keluarga yang di tinggal pergi, memang berat rasanya mengarungi kehidupan ini tanpa didamping orang yang selalu kita kasihi ,dan selalu mengasihi kita namun Tuhan sudah mengatur jalan kehidupan umat ini dan ia lebih mengetahui segala yang direncannakanNya. Aku yakin sahabatku almarhum pasti sudah membekali keluarganya tentang kesabaran dan menerima keadaan.
Harapanku kepada anak anak dari sahabatku, teruslah berjuang mengejar cita-citamu sesuai harapan dari almarhum. jangan pernah berhenti walaupun perjuangan almarhum sudah terhenti, nafasilah perjuanganmu dengan semangat hidup yang tinggi, semoga apa yang menjadi harapan dari almarhum terwujud.
Aku yakin perasaan ini sama dengan sahabat almarhum yang lain. Tetapi kita adalah menganut azas Negara hukum (praduga tidak bersalah) junjung tinggi hukum demi penegakkan keadilan . Kita percayakan institusi hukum mengusut tuntas kasus ini agar massa anarkis itu dijerat dengan hukum pula.
Aku berpesan kepada sahabat-sahabat semua, sekalipun berat tapi jangan kita turuti emosi diri. Jangan paksakan kehendak dengan curahan luapan emosi yang mengkerdilkan fikiran. Luapilah aspirasi dengan cara budaya bangsa yang santun, tertib, rasional dan manusiawi. Jangan ada lagi kekerasan, penistaan dan pengrusakan. Kau mau aku pun mau, tetapi mau itu lakukan sesuai dengan kemauan kita semua. Semoga kita belajar dari keadaan ini. Amiin yaa rabbal alamin !!

Medan, 11 Februari 2009


Drs Safwan Khayat M.Hum


Penulis, Alumnus SMAN Neg I Medan dan Dosen UMA, Alumnus Pascasarjana USU. Email; safwankhayat@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar